Makhluk diciptakan Dzat Allah SWT mengandung nilai-nilai didalam dirinya dengan kodrat dan iradat Dzat Allah SWT, mengapa manusia disebutkan mahluk yang sempurna dan dimulyakan oleh Allah SWT ? karena telah dikodratkan dan diiradatkan keterapan akal dan ilmu, dibisakan berbicara dan diadakan bisa mengatur kerjaan dialam dunia ini.
Firman Allah SWT pada Al-quran surat An-Nisaa ayat 59 Ati Ullaha Waatiul rasulla Wa ulil amri minkum , pada bait ketiga yaitu Wa ulil amri minkum yang tafsirnya berbunyi turut kepada Pemerintah atau Negara.
Adapun maksud yang terkandung didalam Wa Ulil Amri Minkum, apabila dilihat dari nilai filosofis bahwa Al-quran di turunkan untuk memperbaiki akhlak manusia didunia, maka tidak pas atau tidak tepat kalau Wa Ulil Amri Minkum yang tafsirnya berbunyi turut kepada Pemerintah atau Negara, dikonotasikan sebagai Pemerintah atau Negara yang luas, tetapi menurut saya bahwasanya yang terkandung dalam makna Pemerintah atau Negara pada ayat 59 Surat An-Nisaa tersebut adalah Pemerintahan Diri atau Negara diri, alasannya yang telah saya sebutkan diatas tadi, nilai filosofis dari pada turunnya firman-firman Allah didalam Alquran untuk memperbaiki akhlak manusia. Oleh sebab itu, Surat An-Nisaa ayat 59 dapat disimpulkan bahwa berdasarkan nilai filosofis tersebut agar manusia membentuk jatidiri berdasarkan Al-quran dan Al-Hadist.
Hal ini adalah dasar umat Islam beretika dalam tekad atau kemauan, ucapan, dibenarkan oleh kalbu dan diimplemetasikan kedalam kehidupan sehari-hari, mengapa demikian ? karena jika kita ambil bait pertama pada Surat An-Nisaa ayat 59 tersebut yang berbunyi Ati Ullaha, yang tafsirnya berbunyi Harus Turut Kepada Allah, secara harfiah dihimpun dengan lengkap dalam Kitab Al-Quran yang berisikan firman-firman dari Allah SWT, yang intinya adalah sebagai Pedoman, Pituduh dan Undang-Undang Dasar Agama Islam, dan kita ambil bait kedua pada Surat An-Nisaa ayat 59 tersebut yang berbunyi Waatiul Rasulla, yang tafsirnya berbunyi Harus Turut Kepada Rasul, secara harfiah juga terhimpun didalam Al-Hadist sebagai Pedoman tuntutan dalam bersikap, baik tekad atau kemauan, ucapan dan perilaku dalam tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang diimplementasikan oleh Baginda Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya, dari kedua hal tersebut terbentuk pemerintah diri atau Negara diri membentuk jati diri manusia khususnya umat islam untuk mencapai akhlaktul karimah. Untuk mencapai hal tersebut diatas, manusia dituntut untuk lebih kenal diri, yang dapat saya sebutkan Negara Diri. Apa yang dimaksud dengan Negara Diri?
Suatu negara tentu mempunyai syarat salah satu diantaranya adalah batas wilayah, penghuni. Persyaratan tersebut juga menyertai Negara Diri, seperti Akal, Panca Indra, Tenaga, Keinginan, Kebutuhan, Ketidakinginan, Senang, Gembira, Sedih, Harapan, Pintar, Bodoh, Rajin, Malas, Rindu, Kesal, Penglihatan dan mata, Langkah dan Kaki, Genggaman dan Tangan, Penciuman dan Hidung, Pikiran dan Otak, Perasaan dan Hati, yang mungkin sangat banyak dan kita tidak mungkin mengungkapkannya dalam satu hari atau mungkin tidak terhitung jumlahnya. Hal ini semua adalah kodrat dan iradat Dzat Allah SWT, karena hal ini semua bahwa manusia menjadi makhluk yang sempurna yang mungkin tidak dipunyai oleh makhluk-makhluk lainnya dimuka bumi ini.
Mungkin tanpa kita sadari atau kita sadari, Negara Diri ini dapat kita bawa kesuatu perjalanan yang menuju kebajikan dan juga dapat kita bawa keperjalanan kesesatan. Hal ini semua tergantung Diri Pribadi kita yang punya Negara karena semua telah diberikan oleh Yang Maha Kuasa.
Firman Allah SWT pada Al-quran surat An-Nisaa ayat 59 Ati Ullaha Waatiul rasulla Wa ulil amri minkum , pada bait ketiga yaitu Wa ulil amri minkum yang tafsirnya berbunyi turut kepada Pemerintah atau Negara.
Adapun maksud yang terkandung didalam Wa Ulil Amri Minkum, apabila dilihat dari nilai filosofis bahwa Al-quran di turunkan untuk memperbaiki akhlak manusia didunia, maka tidak pas atau tidak tepat kalau Wa Ulil Amri Minkum yang tafsirnya berbunyi turut kepada Pemerintah atau Negara, dikonotasikan sebagai Pemerintah atau Negara yang luas, tetapi menurut saya bahwasanya yang terkandung dalam makna Pemerintah atau Negara pada ayat 59 Surat An-Nisaa tersebut adalah Pemerintahan Diri atau Negara diri, alasannya yang telah saya sebutkan diatas tadi, nilai filosofis dari pada turunnya firman-firman Allah didalam Alquran untuk memperbaiki akhlak manusia. Oleh sebab itu, Surat An-Nisaa ayat 59 dapat disimpulkan bahwa berdasarkan nilai filosofis tersebut agar manusia membentuk jatidiri berdasarkan Al-quran dan Al-Hadist.
Hal ini adalah dasar umat Islam beretika dalam tekad atau kemauan, ucapan, dibenarkan oleh kalbu dan diimplemetasikan kedalam kehidupan sehari-hari, mengapa demikian ? karena jika kita ambil bait pertama pada Surat An-Nisaa ayat 59 tersebut yang berbunyi Ati Ullaha, yang tafsirnya berbunyi Harus Turut Kepada Allah, secara harfiah dihimpun dengan lengkap dalam Kitab Al-Quran yang berisikan firman-firman dari Allah SWT, yang intinya adalah sebagai Pedoman, Pituduh dan Undang-Undang Dasar Agama Islam, dan kita ambil bait kedua pada Surat An-Nisaa ayat 59 tersebut yang berbunyi Waatiul Rasulla, yang tafsirnya berbunyi Harus Turut Kepada Rasul, secara harfiah juga terhimpun didalam Al-Hadist sebagai Pedoman tuntutan dalam bersikap, baik tekad atau kemauan, ucapan dan perilaku dalam tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang diimplementasikan oleh Baginda Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya, dari kedua hal tersebut terbentuk pemerintah diri atau Negara diri membentuk jati diri manusia khususnya umat islam untuk mencapai akhlaktul karimah. Untuk mencapai hal tersebut diatas, manusia dituntut untuk lebih kenal diri, yang dapat saya sebutkan Negara Diri. Apa yang dimaksud dengan Negara Diri?
Suatu negara tentu mempunyai syarat salah satu diantaranya adalah batas wilayah, penghuni. Persyaratan tersebut juga menyertai Negara Diri, seperti Akal, Panca Indra, Tenaga, Keinginan, Kebutuhan, Ketidakinginan, Senang, Gembira, Sedih, Harapan, Pintar, Bodoh, Rajin, Malas, Rindu, Kesal, Penglihatan dan mata, Langkah dan Kaki, Genggaman dan Tangan, Penciuman dan Hidung, Pikiran dan Otak, Perasaan dan Hati, yang mungkin sangat banyak dan kita tidak mungkin mengungkapkannya dalam satu hari atau mungkin tidak terhitung jumlahnya. Hal ini semua adalah kodrat dan iradat Dzat Allah SWT, karena hal ini semua bahwa manusia menjadi makhluk yang sempurna yang mungkin tidak dipunyai oleh makhluk-makhluk lainnya dimuka bumi ini.
Mungkin tanpa kita sadari atau kita sadari, Negara Diri ini dapat kita bawa kesuatu perjalanan yang menuju kebajikan dan juga dapat kita bawa keperjalanan kesesatan. Hal ini semua tergantung Diri Pribadi kita yang punya Negara karena semua telah diberikan oleh Yang Maha Kuasa.
0 Respon Pada "Negara Diri - Manusia Membentuk Jatidiri Berdasarkan Al-qur'an dan Al-Hadist"
Posting Komentar