Global Warming (Pemanasan global) adalah permasalahan yang sedang kita hadapi di dunia saat ini. Dampaknya memberikan efek yang negatif pada bumi, dengan mulai mencairnya es di Kutub Utara, punahnya species hewan dan tumbuhan, juga berakibat pada memburuknya kesehatan manusia. Salah satu penyebabnya adalah pembakaran BBM (Bahan Bakar Minyak) yang merupakan konsumsi terbesar umat manusia di dunia yang dapat mengemisi CO2 dan memicu pemanasan bumi. Penggunaan BBM memang belum bisa tergantikan karena belum siapnya energi alternatif, sementara persediannya mulai menipis dan harganya yang melonjak tinggi.
Dari sekian banyak penggunaannya di seluruh belahan dunia, sebuah kota besar paling banyak konsumsinya dibandingkan dengan wilayah / daerah lain seperti pedesaan, suburbs dll. Bila dipersentasikan, kota memakan lebih dari 70 % energi. Saat ini memang di setiap perkotaan, masyarakatnya mulai disadarkan untuk peduli lingkungan. Sering kita dengar, seperti GO Green, Green City, Green Concept, Green Living, Green Development dan banyak slogan lainnya. Banyak juga diadakan event – event seperti tanam sejuta pohon, green concert, pembagian bibit tanaman gratis dll. Semuanya menyuarakan agar menjaga lingkungan kota tetap hijau.
Walaupun pada prakteknya akan ditemui berbagai kesulitan / hambatan karena banyaknya kepentingan dari berbagai pihak terutama dari sisi komersialitas. Banyak dibangunnya Apartemen, Office, Mal dan pusat perbelanjaan lainnya menunjukkan bahwa porsi hijau yang kita gembor - gemborkan itu tidak sebanding dengan hutan – hutan beton yang terus berdiri setiap tahunnya. Seharusnya, area hijau memiliki tempat yang lebih banyak dalam sebuah kota. Karena hanya pepohonan & tanaman hijau lah yang dapat mengurangi pembakaran BBM atau emisi CO2 di udara.
Dari uraian di atas mungkin dapat sedikit disimpulkan, kita belum bisa membentuk sebuah kota hijau untuk mengatasi global warming. Kita perlu memandang permasalahan tersebut dari sisi yang lain; Seperti dengan menghemat energi BBM ataupun menciptakan energi alternatif. Sehingga mengurangi pembakaran BBM di udara karena minimalnya penggunaan dan lebih menggunakan bahan bakar lain yang lebih ecofriendly atau bersahabat dengan lingkungan.
Jadi lebih tepat kita berusaha untuk membentuk sebuah kota hemat energi daripada sebuah kota hijau untuk mengatasi permasalahan global warming. Walaupun dalam kota hemat energi berupaya meminimalisasi penggunaan energi namun tidak akan mengganggu atau tetap bisa untuk penyelenggaraan aktifitas warga kota. Dalam setiap bagiannya dari sebuah kota, bisa kita ambil beberapa konsep atau strategi untuk membentuk kota hemat energi. Sebuah kota dibagi ke dalam sub - sub seperti warga kota itu sendiri, hunian / rumah tinggal, fasilitas perkotaan (sekolah, rumah sakit, kantor, bangunan publik dll.), transportasi atau akses dan ruang terbuka hijau. Untuk menciptakan konsep kota hemat energi maka perlu dijabarkan dan ditelusuri dari sub – sub kota tersebut di atas.
Pertama, hunian / tempat tinggal / perumahan; ada 3 aspek yang bisa kita ambil, yaitu : Akses masuk ke dalam perumahan. Fenomena yang sekarang terjadi di Indonesia, akses tersebut terlalu jauh ke dalam sehingga warganya harus menggunakan kendaraan bermotor yang tentunya pemborosan BBM sementara itu juga tidak adanya jalur pedestrian yang berselasar / beratap, sehingga warganya lebih memilih untuk menggunaan kendaraan umum. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan kembali dengan membuat akses yang lebih dekat ke dalam perumahan terutama perlu dipikirkan kembali bagi pemerintah maupun pengembang swasta yang membangun perumahan.
Aspek kedua, Orientasi bangunan perumahan. Kondisi perumahan yang ada sekarang, orientasi tidak terlalu diperhatikan. Dengan memperhatikan orientasi bangunan maka akan memaksimalkan perolehan sinar matahari ke dalam rumah dan akan lebih hemat energi karena tidak diperlukan cahaya lampu / listrik di siang hari. Yaitu dengan menghadapkan bangunan ke arah selatan, ruang utama menghadap selatan sementara ruang pendukung menghadap utara.
Aspek ketiga adalah penataan bangunan. Perencanaan yang baik dalam sebuah kompleks perumahan sangatlah diperlukan. Warga tidak perlu menggunakan kendaraan hanya untuk membeli kebutuhan rumah yang sangat jauh jaraknya. Oleh karena itu perlu dibuat fasilitas komersial ataupun toko yang jaraknya dekat dengan rumah yang memungkinkan untuk penghuninya berjalan kaki menuju ke sana.
Kedua, Fasilitas perkotaan yang berupa bangunan juga perlu diperhatikan agar dapat menghemat energi yaitu dengan membuat rancangan pasif dengan memperhatikan aspek – aspek sebagai berikut : orientasi bangunan utara – selatan, memanfaatkan cahaya matahari tidak langsung bagi penerangan ruang dalam bangunan, meminimalkan radiasi panas / cahaya matahari langsung dari plafon maupun dari luar bangunan, meminimalkan penggunaan elemen kaca pada bangunan tinggi, mengoptimalkan ventilasi silang (meminimkan penggunaan AC), mengurangi pelapisan permukaan tanah dengan material keras (aspal, beton, dsb.) untuk mengurangi pemanasan lingkungan sekitar bangunan dan beberapa aspek lainnya.
Bangunan hemat energi juga harus didesain sesuai dengan iklim lingkungan setempat, karena dari contoh yang sudah ada, banyak bangunan – bangunan di Indonesia yang banyak menggunakan elemen kaca yang sebenarnya sangat tidak cocok dengan iklim tropis dan dapat mengakibatkan efek rumah kaca yang juga salah satu faktor penyebab global warming. Selain itu, perlu juga disosialisasikan untuk bangunan – bangunan yang menggunakan energi alternatif / energi yang bisa diperbaharui seperti sel surya / cahaya matahari, energi angin atau energi biofuel.
Beberapa fasilitas penunjang dalam sebuah bangunan juga bisa dijadikan aspek hemat energi, seperti pemakaian lampu, eskalator, ataupun lift. Dengan teknologi saat ini, dapat memungkinkan untuk berhemat energi karena adanya sistem canggih yang mapu membuatnya menjadi otomatis. Sehingga akan bisa hidup atau hanya bisa dipakai bila ada sensor manusia yang berada di dalam atau yang sedang beraktifitas di dalam bangunan. Bila tidak terpakai, sistem tersebut akan otomatis mematikan penggunaannya.
Oleh : ???
Dari sekian banyak penggunaannya di seluruh belahan dunia, sebuah kota besar paling banyak konsumsinya dibandingkan dengan wilayah / daerah lain seperti pedesaan, suburbs dll. Bila dipersentasikan, kota memakan lebih dari 70 % energi. Saat ini memang di setiap perkotaan, masyarakatnya mulai disadarkan untuk peduli lingkungan. Sering kita dengar, seperti GO Green, Green City, Green Concept, Green Living, Green Development dan banyak slogan lainnya. Banyak juga diadakan event – event seperti tanam sejuta pohon, green concert, pembagian bibit tanaman gratis dll. Semuanya menyuarakan agar menjaga lingkungan kota tetap hijau.
Walaupun pada prakteknya akan ditemui berbagai kesulitan / hambatan karena banyaknya kepentingan dari berbagai pihak terutama dari sisi komersialitas. Banyak dibangunnya Apartemen, Office, Mal dan pusat perbelanjaan lainnya menunjukkan bahwa porsi hijau yang kita gembor - gemborkan itu tidak sebanding dengan hutan – hutan beton yang terus berdiri setiap tahunnya. Seharusnya, area hijau memiliki tempat yang lebih banyak dalam sebuah kota. Karena hanya pepohonan & tanaman hijau lah yang dapat mengurangi pembakaran BBM atau emisi CO2 di udara.
Dari uraian di atas mungkin dapat sedikit disimpulkan, kita belum bisa membentuk sebuah kota hijau untuk mengatasi global warming. Kita perlu memandang permasalahan tersebut dari sisi yang lain; Seperti dengan menghemat energi BBM ataupun menciptakan energi alternatif. Sehingga mengurangi pembakaran BBM di udara karena minimalnya penggunaan dan lebih menggunakan bahan bakar lain yang lebih ecofriendly atau bersahabat dengan lingkungan.
Jadi lebih tepat kita berusaha untuk membentuk sebuah kota hemat energi daripada sebuah kota hijau untuk mengatasi permasalahan global warming. Walaupun dalam kota hemat energi berupaya meminimalisasi penggunaan energi namun tidak akan mengganggu atau tetap bisa untuk penyelenggaraan aktifitas warga kota. Dalam setiap bagiannya dari sebuah kota, bisa kita ambil beberapa konsep atau strategi untuk membentuk kota hemat energi. Sebuah kota dibagi ke dalam sub - sub seperti warga kota itu sendiri, hunian / rumah tinggal, fasilitas perkotaan (sekolah, rumah sakit, kantor, bangunan publik dll.), transportasi atau akses dan ruang terbuka hijau. Untuk menciptakan konsep kota hemat energi maka perlu dijabarkan dan ditelusuri dari sub – sub kota tersebut di atas.
Pertama, hunian / tempat tinggal / perumahan; ada 3 aspek yang bisa kita ambil, yaitu : Akses masuk ke dalam perumahan. Fenomena yang sekarang terjadi di Indonesia, akses tersebut terlalu jauh ke dalam sehingga warganya harus menggunakan kendaraan bermotor yang tentunya pemborosan BBM sementara itu juga tidak adanya jalur pedestrian yang berselasar / beratap, sehingga warganya lebih memilih untuk menggunaan kendaraan umum. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan kembali dengan membuat akses yang lebih dekat ke dalam perumahan terutama perlu dipikirkan kembali bagi pemerintah maupun pengembang swasta yang membangun perumahan.
Aspek kedua, Orientasi bangunan perumahan. Kondisi perumahan yang ada sekarang, orientasi tidak terlalu diperhatikan. Dengan memperhatikan orientasi bangunan maka akan memaksimalkan perolehan sinar matahari ke dalam rumah dan akan lebih hemat energi karena tidak diperlukan cahaya lampu / listrik di siang hari. Yaitu dengan menghadapkan bangunan ke arah selatan, ruang utama menghadap selatan sementara ruang pendukung menghadap utara.
Aspek ketiga adalah penataan bangunan. Perencanaan yang baik dalam sebuah kompleks perumahan sangatlah diperlukan. Warga tidak perlu menggunakan kendaraan hanya untuk membeli kebutuhan rumah yang sangat jauh jaraknya. Oleh karena itu perlu dibuat fasilitas komersial ataupun toko yang jaraknya dekat dengan rumah yang memungkinkan untuk penghuninya berjalan kaki menuju ke sana.
Kedua, Fasilitas perkotaan yang berupa bangunan juga perlu diperhatikan agar dapat menghemat energi yaitu dengan membuat rancangan pasif dengan memperhatikan aspek – aspek sebagai berikut : orientasi bangunan utara – selatan, memanfaatkan cahaya matahari tidak langsung bagi penerangan ruang dalam bangunan, meminimalkan radiasi panas / cahaya matahari langsung dari plafon maupun dari luar bangunan, meminimalkan penggunaan elemen kaca pada bangunan tinggi, mengoptimalkan ventilasi silang (meminimkan penggunaan AC), mengurangi pelapisan permukaan tanah dengan material keras (aspal, beton, dsb.) untuk mengurangi pemanasan lingkungan sekitar bangunan dan beberapa aspek lainnya.
Bangunan hemat energi juga harus didesain sesuai dengan iklim lingkungan setempat, karena dari contoh yang sudah ada, banyak bangunan – bangunan di Indonesia yang banyak menggunakan elemen kaca yang sebenarnya sangat tidak cocok dengan iklim tropis dan dapat mengakibatkan efek rumah kaca yang juga salah satu faktor penyebab global warming. Selain itu, perlu juga disosialisasikan untuk bangunan – bangunan yang menggunakan energi alternatif / energi yang bisa diperbaharui seperti sel surya / cahaya matahari, energi angin atau energi biofuel.
Beberapa fasilitas penunjang dalam sebuah bangunan juga bisa dijadikan aspek hemat energi, seperti pemakaian lampu, eskalator, ataupun lift. Dengan teknologi saat ini, dapat memungkinkan untuk berhemat energi karena adanya sistem canggih yang mapu membuatnya menjadi otomatis. Sehingga akan bisa hidup atau hanya bisa dipakai bila ada sensor manusia yang berada di dalam atau yang sedang beraktifitas di dalam bangunan. Bila tidak terpakai, sistem tersebut akan otomatis mematikan penggunaannya.
Oleh : ???
0 Respon Pada "Kota Hijau Atau Kota Hemat Energi? Solusi Terhadap Global Warming"
Posting Komentar