Ada banyak sekali hal-hal buruk yang terjadi pada saat pemilu (pemilihan umum) setiap lima tahun sekali dan setiap pilkada (pemilihan kepada daerah) alias pemilukada (pemilihan umum kepala daerah) berlangsung. Keburukan demi keburukan dibiarkan begitu saja bagaikan budaya bangsa yang mendarah daging. Padahal jika pemerintah tegas dan bersikap netral maka hal-hal buruk yang muncul saat pesta demokrasi tidak akan terjadi.
Sistem demokrasi yang lemah memang lebih banyak dimanfaatkan oleh para penjahat intelek untuk mencari kekuasaan dan keuntungan. Demokrasi bagi orang awam memang dianggap sebagai sesuatu yang terbaik, padahal tidak demikian. Demokrasi sangat rentan menghasilkan pemimpin dan wakil rakyat yang tidak pro rakyat. Jika mayoritas rakyat bodoh-bodoh maka hasil demokrasinya pun akan sangat konyol dan akan menjadi bom bunuh diri alias senjata makan tuan.
Kenyataan buruk apa saja yang biasa terjadi pada saat kampanye pemilu dan pilkada :
1. Merusak Pemandangan dan Lingkungan
Kita pasti sudah sangat terbiasa dengan atribut partai, atribut calon kepala daerah, atribut calon presiden, atribut calon anggota dewan yang terhormat, dan lain sebagainya. Bisa jadi pada pemilihan rt dan rw di sekitar kita pun juga demikian jika terjadi persaingan yang ketat untuk merebut jabatan pada lingkungan setempat. Keindahan dan kanyamanan lingkungan dirusak dengan atribut-atribut yang ditempatkan secara bebas tanpa aturan yang jelas. Sangat muak melihat atribut-atribut yang tidak beraturan tersebut hanya demi kepentingan mereka. Seharusnya kampanye yang baik tidak boleh memasang atribut apapun di tempat yang terlihat umum. Masih banyak cara lain yang mendidik seperti membuat bacaan yang dibagi-bagikan, membuat acara di televisi, berkampanya di internet, dan lain sebagainya.
2. Promosi/Kampanye yang Tidak Adil
Yang memiliki modal yang besar akan lebih bisa mempromosikan dirinya kepada masyarakat. Hal ini jelas tidak adil dan tidak mendidik sama sekali. Selama ini masyarakat sangat mudah tertipu oleh iklan-iklan pencitraan sebuah partai politik (parpol) maupun seseorang. Iklan yang mencitrakan sesuatu seperti malaikat bisa sangat menyesatkan persepsi orang. Rokok saja yang jelas-jelas merusak dan mirip narkoba bisa dicitrakan sedemikian rupa menjadi sesuatu yang sangat indah sehingga banyak remaja generasi muda kita yang tertipu menjadi mesin atm para pengusaha rokok.
3. Mengobral Janji Tanpa Kepastian Bisa Ditepati
Kita sudah tahu juga bahwa banyak politisi sudah terbiasa berbohong dan berdusta menebar janji tanpa bisa menepati secara penuh. Tidak lain dan tidak bukan tujuan utama mereka adalah mencari kekuasaan dan atau harta yang menjadi cita-cita mereka. Kepentingan rakyat diabaikan ketika telah terpilih dan kepentingan pribadi dan golongan dijunjung setinggi langit. Padahal berjanji tanpa bisa menepati itu dosanya besar. Apalagi janji tersebut diucapkan kepada berjuta-juta orang, sehingga akan lebih runyam lagi urusannya kelak nanti di akhirat. Seharusnya jangan mengobral janji, namun mengobral program kerja yang realistis berdasarkan logika akal sehat. Mereka pun harus siap mundur apabila tidak mampu menjalankan program kerja yang telah dibuatnya agar orang-orang yang lebih mampu mencoba menggantikannya.
4. Money Politics / Politik Uang
Untuk meraih dukungan masyarakat banyak berlaku curang dengan suap sana-sini dan bayar sana-sini sebagai jalan pintas meraih impian mereka. Untuk kampanye saja ada yang membayar orang-orang yang bisa dibayar untuk menjadi peserta kampanyenya untuk menunjukkan kepada masyarakat umum bahwa mereka memiliki massa yang sangat banyak jumlahnya. Ada juga yang membayar orang-orang untuk menjadi anggota partai mereka. Ada juga yang membayar orang-orang untuk mendapatkan tandatangan dukungan maju sebagai calon pejabat negara. Padahal yang diinginkan oleh orang-orang bayaran tersebut hanyalah uang, sehingga pada saatnya memilih mereka pun tetap memilih berdasarkan pilihan mereka. Money politik kadang bisa berhasil kadang gagal atau bahkan menjadi aib seumur hidup bagi pelaku yang aksinya terbongkar.
5. Buang-Buang Uang
Pesta demokrasi juga sama dengan pemborosan. Dan bermilyar-milyar digelontorkan pemerintah dan para peserta pesta demokrasi tersebut yang lenyap begitu saja dalam sekejap. Padahal akan jauh lebih bermanfaat jika digunakan untuk membuat unit-unit usaha/bisnis kreatif dan inovatif yang mampu bersaing secara global. Sangat menyedihkan sekali melihat uang rakyat dalam jumlah besar digunakan dengan sangat boros untuk membiayai kegiatan pemilu, pilpres, pilkada, dan sebangsanya serta untuk mensubsidi partai-partai politik atau kandidat pesertanya. Setelah selesai, maka hilang sudah uang sebanyak itu lari entah ke mana saja entah ke jalan yang benar atau tidak. Hitunglah berapa uang rakyat yang hilang selama lima tahun untuk demokrasi dan kita semua akan geleng-geleng kepala. Sungguh amat disayangkan dana sebesar itu digunakan untuk hal yang tidak perlu karena demokrasi bisa dilaksanakan dengan dana yang sangat kecil oleh orang-orang yang kompeten.
6. Banyak Oknum Pejabat yang Tidak Netral
Kandidat yang dekat dengan kekuasaan sudah barang tentu memiliki pengaruh yang kuat untuk merusak kenetralan para pejabat negara. Para pejabat yang tidak mau berpartisipasi membantu kandidat tersebut mungkin akan terancam posisinya sehingga pejabat yang gila jabatan mau tidak mau akan melepaskan netralitasnya dan mendukung kandidat yang dekat dengan kekuasaan tersebut. Entah dengan dukungan dana, dukungan anak buah, mencari dukungan tokoh masyarakat, mempengaruhi warga dengan berbagai cara, dan lain sebagainya.
7. Salah Pilih atau Yang Terpilih Tidak Berkutik
Mimpi buruk menjadi kenyataan tatkala kandidat menang dan berkuasa ternyata tidaklah seperti yang kita harapkan. Apa yang telah dijanjikannya gagal diimplementasikan secara signifikan. Sudah demikian pun tetap tidak tahu diri karena tidak mau mundur dari jabatan yang gagal diembannya dengan baik. Dengan demikian yang bisa kita lakukan hanyalah berdoa semoga orang tersebut tidak membuat negara ini menjadi lebih buruk. Beda lagi kasusnya apabila yang terpilih orang baik-baik. Biasanya orang baik akan menjadi bulan-bulanan lawan politik baik di dalam maupun di luar koalisi. Menjadi kepala negara maupun kepala daerah baik-baik yang tidak didukung mayoritas dewan yang terhormat akan membuat rencana yang baik menjadi sulit terlaksana. Menjadi anggota dewan pun juga posisi yang sulit karena anggota dewan wajib mematuhi keputusan partainya bila tidak mau dicap mbalelo. Partai pun juga sulit jika tidak didukung oleh pihak-pihak sponsor yang memiliki modal besar baik di dalam maupun luar neger, baik yang terpuji maupun yang tercela.
----
Apakah anda sudah muak dengan semua ini? Mari kita berdoa kepada Tuhan yang Maha Esa agar semua ini segera berakhir dan kita berusaha dengan kemampuan yang kita miliki untuk mewujudkan perubahan ke arah yang lebih baik. Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum jika kaum tersebut tidak mau mengubahnya. Ayo kita bangun dari dari tidur lelap kita dan mari kita ubah keadaan yang parah ini agar bisa berubah menjadi baik. Terima kasih.
Sistem demokrasi yang lemah memang lebih banyak dimanfaatkan oleh para penjahat intelek untuk mencari kekuasaan dan keuntungan. Demokrasi bagi orang awam memang dianggap sebagai sesuatu yang terbaik, padahal tidak demikian. Demokrasi sangat rentan menghasilkan pemimpin dan wakil rakyat yang tidak pro rakyat. Jika mayoritas rakyat bodoh-bodoh maka hasil demokrasinya pun akan sangat konyol dan akan menjadi bom bunuh diri alias senjata makan tuan.
Kenyataan buruk apa saja yang biasa terjadi pada saat kampanye pemilu dan pilkada :
1. Merusak Pemandangan dan Lingkungan
Kita pasti sudah sangat terbiasa dengan atribut partai, atribut calon kepala daerah, atribut calon presiden, atribut calon anggota dewan yang terhormat, dan lain sebagainya. Bisa jadi pada pemilihan rt dan rw di sekitar kita pun juga demikian jika terjadi persaingan yang ketat untuk merebut jabatan pada lingkungan setempat. Keindahan dan kanyamanan lingkungan dirusak dengan atribut-atribut yang ditempatkan secara bebas tanpa aturan yang jelas. Sangat muak melihat atribut-atribut yang tidak beraturan tersebut hanya demi kepentingan mereka. Seharusnya kampanye yang baik tidak boleh memasang atribut apapun di tempat yang terlihat umum. Masih banyak cara lain yang mendidik seperti membuat bacaan yang dibagi-bagikan, membuat acara di televisi, berkampanya di internet, dan lain sebagainya.
2. Promosi/Kampanye yang Tidak Adil
Yang memiliki modal yang besar akan lebih bisa mempromosikan dirinya kepada masyarakat. Hal ini jelas tidak adil dan tidak mendidik sama sekali. Selama ini masyarakat sangat mudah tertipu oleh iklan-iklan pencitraan sebuah partai politik (parpol) maupun seseorang. Iklan yang mencitrakan sesuatu seperti malaikat bisa sangat menyesatkan persepsi orang. Rokok saja yang jelas-jelas merusak dan mirip narkoba bisa dicitrakan sedemikian rupa menjadi sesuatu yang sangat indah sehingga banyak remaja generasi muda kita yang tertipu menjadi mesin atm para pengusaha rokok.
3. Mengobral Janji Tanpa Kepastian Bisa Ditepati
Kita sudah tahu juga bahwa banyak politisi sudah terbiasa berbohong dan berdusta menebar janji tanpa bisa menepati secara penuh. Tidak lain dan tidak bukan tujuan utama mereka adalah mencari kekuasaan dan atau harta yang menjadi cita-cita mereka. Kepentingan rakyat diabaikan ketika telah terpilih dan kepentingan pribadi dan golongan dijunjung setinggi langit. Padahal berjanji tanpa bisa menepati itu dosanya besar. Apalagi janji tersebut diucapkan kepada berjuta-juta orang, sehingga akan lebih runyam lagi urusannya kelak nanti di akhirat. Seharusnya jangan mengobral janji, namun mengobral program kerja yang realistis berdasarkan logika akal sehat. Mereka pun harus siap mundur apabila tidak mampu menjalankan program kerja yang telah dibuatnya agar orang-orang yang lebih mampu mencoba menggantikannya.
4. Money Politics / Politik Uang
Untuk meraih dukungan masyarakat banyak berlaku curang dengan suap sana-sini dan bayar sana-sini sebagai jalan pintas meraih impian mereka. Untuk kampanye saja ada yang membayar orang-orang yang bisa dibayar untuk menjadi peserta kampanyenya untuk menunjukkan kepada masyarakat umum bahwa mereka memiliki massa yang sangat banyak jumlahnya. Ada juga yang membayar orang-orang untuk menjadi anggota partai mereka. Ada juga yang membayar orang-orang untuk mendapatkan tandatangan dukungan maju sebagai calon pejabat negara. Padahal yang diinginkan oleh orang-orang bayaran tersebut hanyalah uang, sehingga pada saatnya memilih mereka pun tetap memilih berdasarkan pilihan mereka. Money politik kadang bisa berhasil kadang gagal atau bahkan menjadi aib seumur hidup bagi pelaku yang aksinya terbongkar.
5. Buang-Buang Uang
Pesta demokrasi juga sama dengan pemborosan. Dan bermilyar-milyar digelontorkan pemerintah dan para peserta pesta demokrasi tersebut yang lenyap begitu saja dalam sekejap. Padahal akan jauh lebih bermanfaat jika digunakan untuk membuat unit-unit usaha/bisnis kreatif dan inovatif yang mampu bersaing secara global. Sangat menyedihkan sekali melihat uang rakyat dalam jumlah besar digunakan dengan sangat boros untuk membiayai kegiatan pemilu, pilpres, pilkada, dan sebangsanya serta untuk mensubsidi partai-partai politik atau kandidat pesertanya. Setelah selesai, maka hilang sudah uang sebanyak itu lari entah ke mana saja entah ke jalan yang benar atau tidak. Hitunglah berapa uang rakyat yang hilang selama lima tahun untuk demokrasi dan kita semua akan geleng-geleng kepala. Sungguh amat disayangkan dana sebesar itu digunakan untuk hal yang tidak perlu karena demokrasi bisa dilaksanakan dengan dana yang sangat kecil oleh orang-orang yang kompeten.
6. Banyak Oknum Pejabat yang Tidak Netral
Kandidat yang dekat dengan kekuasaan sudah barang tentu memiliki pengaruh yang kuat untuk merusak kenetralan para pejabat negara. Para pejabat yang tidak mau berpartisipasi membantu kandidat tersebut mungkin akan terancam posisinya sehingga pejabat yang gila jabatan mau tidak mau akan melepaskan netralitasnya dan mendukung kandidat yang dekat dengan kekuasaan tersebut. Entah dengan dukungan dana, dukungan anak buah, mencari dukungan tokoh masyarakat, mempengaruhi warga dengan berbagai cara, dan lain sebagainya.
7. Salah Pilih atau Yang Terpilih Tidak Berkutik
Mimpi buruk menjadi kenyataan tatkala kandidat menang dan berkuasa ternyata tidaklah seperti yang kita harapkan. Apa yang telah dijanjikannya gagal diimplementasikan secara signifikan. Sudah demikian pun tetap tidak tahu diri karena tidak mau mundur dari jabatan yang gagal diembannya dengan baik. Dengan demikian yang bisa kita lakukan hanyalah berdoa semoga orang tersebut tidak membuat negara ini menjadi lebih buruk. Beda lagi kasusnya apabila yang terpilih orang baik-baik. Biasanya orang baik akan menjadi bulan-bulanan lawan politik baik di dalam maupun di luar koalisi. Menjadi kepala negara maupun kepala daerah baik-baik yang tidak didukung mayoritas dewan yang terhormat akan membuat rencana yang baik menjadi sulit terlaksana. Menjadi anggota dewan pun juga posisi yang sulit karena anggota dewan wajib mematuhi keputusan partainya bila tidak mau dicap mbalelo. Partai pun juga sulit jika tidak didukung oleh pihak-pihak sponsor yang memiliki modal besar baik di dalam maupun luar neger, baik yang terpuji maupun yang tercela.
----
Apakah anda sudah muak dengan semua ini? Mari kita berdoa kepada Tuhan yang Maha Esa agar semua ini segera berakhir dan kita berusaha dengan kemampuan yang kita miliki untuk mewujudkan perubahan ke arah yang lebih baik. Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum jika kaum tersebut tidak mau mengubahnya. Ayo kita bangun dari dari tidur lelap kita dan mari kita ubah keadaan yang parah ini agar bisa berubah menjadi baik. Terima kasih.
0 Respon Pada "Kebiasaan/Hal Buruk Pada Kampanye Pilkada dan Pemilu yang Harus Dihilangkan"
Posting Komentar