EVALUASI MUTU PELAYANAN RAWAT INAP MELALUI AUDIT KEMATIAN
DI RSD KOL. ABUNDJANI BANGKO PROVINSI JAMBI TAHUN 2005
THE EVALUATION INPATIENT CARE QUALITY
BY MORTALITY AUDIT IN KOL. ABUNDJANI DISTRICT HOSPITAL
IN JAMBI PROVINCE 2005.
Joni Rasmanto1, Tjahjono Koentjoro2, Hanevi Djasri3
INTISARI
Latar Belakang: Peningkatan angka kematian yang terjadi di Rumah Sakit Daerah Kol.
Abundjani Bangko (RSKA), Kab. Merangin Prov. Jambi dari tahun 2002-2005
memerlukan tindakan evaluasi kritis, karena peningkatan kematian dapat dijadikan salah
satu penyebab diperlukannya audit medik atau dapat menjadi topik dalam audit medik di
rumah sakit. Audit kematian sebagai evaluasi kritis dilakukan dalam upaya perbaikan
mutu pelayanan kesehatan.
Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan-alasan kematian
yang tidak beralasan dari penyimpangan dalam area manajemen pelayanan kesehatan.
Metode Penelitian: Jenis penelitian adalah restrospective review, meriview kematian
yang tidak beralasan dengan menggunakan daftar tilik penyimpangan kematian di
RSKA.
Hasil: Dari 413 set RM kematian pasien yang diaudit berjumlah 102 set, kematian
tertinggi dari total kematian terjadi pada 2005, terhadap jumlah pasien terjadi pada 2004,
terbanyak menurut kode 002. 60% kematian berbiaya < Rp. 3.000.000,oo kematian
terjadi di kelas perawatan intensif. Kematian terjadi diusia > 45 tahun berjumlah 49%
dengan jenis kelamin terbanyak adalah perempuan, waktu kematian meningkat di bulan
September dan Desember dan perawat paling sering menjadi saksi kematian pasien.
Keluarga merupakan penjamin terbesar biaya perawatan.
Dari 21 kematian tidak beralasan terdistribusi: 8 kematian terjadi karena kejadian
penyebab tidak dikenal; 7 kematian karena diagnosa tidak tepat; 5 kematian terjadi
karena pencegahan yang dilakukan tidak adekuat; dan 1 kematian karena diagnosa
utama terlambat ditegakkan. Penyebab-penyebab terpenting terjadi dalam area:
administrasi/manajemen, Anggota SMF/individual, unit pelayanan, dan pelayanan klinik
khusus. RM pasien belum lengkap. Secara teoritis mutu administrasi dan RM RSKA
adalah belum baik. Kematian tidak beralasan memberikan gambaran bagaimana
penegakkan diagnosa penyakit, anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang pencegahan dan pengobatan.
Kesimpulan: Penyebab-penyebab penyimpangan kematian terpenting sebagai hasil
dari audit dan riview terjadi dalam area: administrasi/manajemen, Anggota SMF/
individual, unit pelayanan rawat inap, dan pelayanan klinik khusus.
Kata Kunci: audit kematian, kematian tidak beralasan, mutu pelayanan rawat inap.
1) RSD KOL. ABUNDJANI BANGKO, KAB. MERANGIN. PROVINSI JAMBI
2) BAPELKES GOMBONG
3) PROGRAM PASCA SARJANA IKM FK UGM
EVALUASI MUTU PELAYANAN RAWAT INAP MELALUI AUDIT KEMATIAN
DI RSD KOL. ABUNDJANI BANGKO PROVINSI JAMBI TAHUN 2005
Pendahuluan
Peningkatan angka kematian yang terjadi di Rumah Sakit Daerah Kol.
Abundjani Bangko (RSKA), Kabupaten Merangin Provinsi Jambi dari tahun 2002-
2005 memerlukan tindakan evaluasi kritis, karena kematian dapat dijadikan salah
satu penyebab diperlukannya atau dapat menjadi topik pelaksanaan audit medik
bagi rumah sakit.1 Angka kematian merupakan salah satu indikator yang
berhubungan/mengacu dengan aspek pelayanan medik. Total kematian pasien >
48 jam dapat menggambarkan bagaimana mutu pelayanan di rumah sakit dan
bagaimana tenaga profesional melaksanakan standar dan prosedur-prosedur
pelayanan, baik secara klinik maupun secara administrasi kepada pasien.2
Berbagai kegiatan untuk mendukung manajemen mutu telah dilakukan
RSKA tetapi belum mempengaruhi adanya perbaikan jika dilihat dari peningkatan
angka kematian > 48 jam dan masih adanya pasien instalasi rawat inap yang
dirujuk ke rumah sakit lain antara tahun 2002-2005. Jika dihubungkan dengan
mutu pelayanan, hal tersebut dapat memberikan gambaran masih tingginya
angka mortalitas, tingginya angka mortalitas dapat memberikan asumsi
rendahnya mutu pelayanan rumah sakit.3
Kematian pasien secara klinik dapat disebabkan oleh gagalnya tahapan
menegakkan diagnosa penyakit, tidak lengkapnya anamnesa, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang dan dapat pula sebagai akibat dari informasi yang
dibutuhkan dokter tidak dapat diberikan oleh pasien dan atau keluarganya
sehingga upaya pelayanan dapat saja tidak tepat sasaran dan tidak adekuat.
Catatan medis pada fase kritis menjelang kematian pasien dari rekam medik
merupakan informasi dan komponen penting dalam manajemen mutu di rumah
sakit.
The American College of Surgeons (ACS) memformulasikan standar
untuk pekerjaan profesional di rumah sakit, antara lain ada 5 (lima) butir yang
penting yang berhubungan dengan kematian, serta ada batas ambangnya dan
tidak terlalu sulit untuk mengumpulkan datanya, mencakup: angka kematian
kasar; angka kematian pasca bedah; angka kematian anastesi; angka kematian
persalinan dan angka kematian bayi.4 Standar Kualitas Pelayanan Medik dapat
dilihat dari tinggi rendahnya angka kematian di rumah sakit dan sebagai
indikatornya angka berikut yang merupakan acuan umum: angka kematian kasar
3-4%; angka kematian pasca bedah 1-2%; angka kematian anastesi < 1%;
angka kematian persalinan 1-2‰ dan angka kematian bayi 15-20‰.2
Departemen Kesehatan mengharuskan rumah sakit melakukan audit
medis, diharapkan rumah sakit bertanggung jawab untuk meningkatkan mutu
pelayanan dengan standar yang tinggi sesuai dengan kondisi rumah sakit
sehingga terwujudnya pelayanan medik prima di rumah sakit. Aspek mutu
pelayanan medik di rumah sakit berkaitan erat dengan masalah medikolegal 5.
Permasalahan pokok yang ingin diketahui dalam penelitian ini adalah:
penyebab kematian di instalasi rawat inap RSKA dari tahun 2002-2005;
persentase kematian yang dibenarkan dan yang tidak dibenarkan dengan
harapan hasil penelitian dijadikan sebagai masukan dalam perencanaan
perbaikan mutu pelayanan.
Bahan dan Cara Penelitian.
Audit termasuk penelitian jenis kualitatif, dengan metode retrospektif
riview. Peneliti menggunakan “Daftar Tilik Analisis Penyimpangan Mortalitasâ€
untuk mengetahui alasan kematian > 48 jam tahun 2002-2005 di RSKA.
Hasil Penelitian
Hasil audit ditemui distribusi kematian menurut tahun kejadian kematian,
menurut nomor kode SMF yang merawat, menurut biaya perawatan, menurut
kelas perawatan, menurut kelompok umur, menurut jenis kelamin, menurut bulan
kejadian, menurut kesaksian, menurut penjamin biaya. Sedangkan untuk
kematian tidak beralasan dideskripsikan sebagai berikut:
a. Diagnosa terlambat.
Satu kasus kematian dengan diagnosa Decompensatio Cordis + Malaria
Falsiparum yang terjadi karena keterlambatan penegakan diagnosa dengan
kode RM 002-12. Hasil audit menunjukan bahwa diagnosa Malaria dan
tindakan untuk mengatasi Malaria baru diberikan setelah hasil laboratorium
diketahui pada hari ketiga perawatan. Sebenarnya sudah terdapat kecurigaan
adanya Malaria pada hari pertama karena pada saat itu telah terdapat hasil
pemeriksaan darah Malaria, namun masih diragukan. Dokter umum yang
merawat berkonsultasi dengan dokter ruangan pada hari kedua tetapi tidak
dapat dihubungi karena berada di luar kota.
b. Diagnosis tidak tepat
Terdapat 7 (tujuh) kematian yang disebabkan karena ketidak tepatan
dalam penegakkan diagnosa. Contoh kasus dengan kode RM 002-1, dimana
diagnosa pada hari pertama yakni Malaria tanpa komplikasi ternyata tidak
sesuai dengan bukti yang ada. Bukti menunjukkan bahwa seharusnya hari
pertama sudah dapat ditegakkan diagnosis Malaria dengan komplikasi Ilius
Paraltik cc Obstruksi.
Hasil audit memberikan jawaban bahwa bukti adanya Ilius Obstruksi pada
hari pertama masih dinilai lemah, konsul medis spesialistik dijawab keesokan
harinya karena perawat tidak menemukan dokter konsulen dan juga karena
hasil pemeriksaan laboratorium dan radiologi tidak mendukung tegaknya
diagnosa yang sesuai dengan penyakit yang diderita pasien. Saran untuk
puasa menjelang pemeriksaan radiologi tidak diikuti pasien, pasien makan
bubur pagi harinya. Penyebab utama laboratorium dan radiologi tidak
mendukung tegaknya diagnosa yang sesuai dengan penyakit yang diderita
pasien.
c. Pencegahan tidak adekuat
Terdapat 5 (lima) kasus kematian karena penyebab kematian tidak
dicegah dengan baik. Contoh kasus ini adalah RM 004-5 yaitu kasus kematian
akibat depresi susunan saraf pusat akibat kejang demam berulang. Tindakantindakan
untuk mencegah kejang berulang dinilai tidak diambil dengan cara
yang memadai dan tidak juga tepat pada waktu, yaitu: tidak dilakukannya
kompres dingin, tidak ada terapi ulang pemberian anti kejang supositoria
perrectal, pemasangan IVFD tidak dengan Vena Sectio sehingga intervensi
pemasangan IVFD ulang akan merangsang jangkitan kejang. Diskusi
menyimpulkan bahwa tindakan pencegahan tersebut tidak diambil dengan
cara yang memadai dan tepat waktu karena tidak ada instruksi dokter, dokter
tidak memperbaharui instruksi pada hari-hari perawatan berikutnya.
d. Penyebab tidak diketahui
Terdapat 8 (delapan) kematian karena penyebab kematian tidak diketahui,
tidak diketahui dapat disebabkan oleh komunikasi yang terbatas, tidak
dilakukan pemeriksaan catatan perkembangan, tidak melakukan pemeriksaan
vital sign, hasil pemeriksaan laboratorium dan radiologi meragukan dokter
utama, Contoh kasus ini adalah RM 002-1 yaitu kasus kematian karena masih
menduga pasien sesak napas sebagai akibat Penyakit TBC Paru yang diderita
pasien. Pencatatan adanya gejala sepsis dilakukan, pengobatan diarahkan
pada diagnosis utama. Hasil diskusi ditemui bahwa tidak adanya hasil
pencatatan perkembangan pasien yang dikomunikasikan dan adanya
keraguan terhadap hasil pemeriksaan Malaria dan angka leukosit serta hasil
biakan kultur, sedangkan dokter utama juga tidak dapat dihubungi.
Dari uraian di atas terdapat beberapa penyebab terjadinya kematian yang
tidak beralasan kemudian penyebab tersebut dikelompokkan dalam area
penyimpangan manajemen pelayanan kesehatan seperti tertera pada tabel
berikut ini.
Tabel Area Penyebab Kematian Tidak Beralasan
NO Penyebab dari Hasil Audit Area Penyebab Utama Jumlah
1 1. Peralatan kompres tidak tersedia
2. Suppositoria rectal tidak ada
3. Kebijakan untuk keberadaan dokter jaga ruang rawat belum ada
4. Kebijakan SMF mengatur bila dokter spesialis meninggalkan tempat tugas belum ada
5. Selang oksigen sering lepas
6. Perawat terlatih hanya dinas pagi
7. Peralatan belum siap pakai saat dibutuhkan
8. Anggota keluarga banyak menunggu
9. Ketersediaan darah segar
10. Dokter jaga ruang rawat belum ada
11. Diklat internal bagi staf klinik belum maksimal
12. Advokasi RSKA PMI belum ada hasil
Administrasi/manajemen
RS: terkait dengan fasilitas, peralatan, insentif, kebijakan, kepemimpinan,
12
2 1. Hari pertama pasien dirawat dokter umum
2. Konsultasi medis spesialis dijawab oleh dokter umum setelah mendapat penjelasan dokter utama
Staf/Bagian/Pelayanan Medis;
2
3 1. Dokter tidak menulis instruksi
2. Dokter tidak menulis instruksi dengan jelas dan benar
3. Pemasangan NGT pada hari ketiga setelah ada keluhan kembung
4. Dokter hanya menuliskan idem, terapi teruskan
5. Melaksanakan hak cuti besar
6. Konsultasi medis spesialis dijawab keesokan harinya
7. Perawat tidak menemukan dokter konsulen
8. Pasien dirawat dokter umum pada hari pertama dirawat
9. Hasil malaria diragukan Anggota SMF/individual:
9
4 1. Belum adanya Protap dan standar pelayanan laboratorium
2. Hasil pemeriksaan laboratorium dan radiologi belum mendukung tegaknya diagnosa
3. Pemeriksaan biakan belum maksimal hasilnya
4. Hasil malaria meragukan Pelayanan Klinik Khusus: laboratorium, radiologi, elektromedik, anastesi, tindakan operasi, dan lainnya
4
5 1. Peralatan belum siap pakai saat dibutuhkan
2. Diklat internal bagi para staf klinik dengan pengalaman yang masih rendah belum berfungsi maksimal
3. Selang oksigen sering lepas
4. Rehidrasi tidak menggunakan Venasectio
5. Anggota keluarga banyak yang menunggu di ruangan
6. Menggunakan spalk dari kardus
7. Mangkok air tersedia hanya untuk tempat cuci tangan dokter dan cuci tangan perawat
8. Persiapan catater sebagai bahan habis pakai habis
Unit pelayanan: rawat inap, rawat jalan, UGD, dsb 8
6 1. Perawat yang terlatih vena seksi tidak mudah dihubungi
2. Kurangnya pengetahuan Perawat tentang anatomi dan fisiologis sistem pernapasan
3. Selang oksigen sering lepas
4. Perawat tidak melakukan pencatatan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital
Perawat/individual 4
7 1. Instruksi dokter 1 liter/menit, perawat memasangnya 3 liter/menit
2. Tidak ada instruksi dokter Pelayanan Terapi Bukan Oleh Dokter 2
8 1. Menolak perawatan intensif
2. Pemasangan kateter cateter bukan sesaat setelah instruksi dokter dibuat
3. Saran untuk puasa menjelang pemeriksaan radiologi tidak diikuti pasien
Kondisi dan atau ketidaktaatan pasien 3
9 1. Anggota keluarga banyak yang menunggu di ruangan
2. Keluarga masih mencari donatur darah
3. Pasien belum membeli peralatan dan bahan yang dibutuhkan Faktor masyarakat 3
10 1. Keraguan terhadap hasil pemeriksaan darah untuk malaria
2. Perawat tidak melakukan pencatatan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital
Sesuatu yang memerlu kan penelitian lebih lanjut. 2
Terdapat beberapa area penting yang perlu diintervensi untuk
memperbaiki pelayanan dirawat inap yang diharapkan nantinya dapat
menurunkan jumlah kematian yang tidak beralasan. Dua Belas penyebab
kematian berada dalam area administrasi/kebijakan RSKA yang terkait dengan
fasilitas pelayanan, ketersediaan peralatan, kebijakan insentif, kebijakan
pelayanan, kebijakan SDM, advokasi dan kepemimpinan.
Kebijakan SDM sebagai contoh, yang belum menunjang struktur proses
diantaranya adalah pelatihan perawat mahir anak yang baru dimulai pada tahun
2004 dan yang diberangkatkanpun baru 2 (dua) orang, saat penelitian
berlangsung satu orang diantaranya telah lulus PNS dan ditempatkan di
Puskesmas di Kecamatan Muara Madras dan tidak ada program serupa dalam
Dokumen Anggaran Satuan Kerja RSKA tahun 2005 tetapi ada dalam Rencana
Anggaran Satuan Kerja RSKA tahun 2006. Seorang yang lain adalah kepala
ruang rawat sendiri.
Jika kebijakan SDM RSKA menunjang mutu struktur proses pelayanan,
maka sebelum ujian penerimaan PNS mereka diberikan rekomendasi dan
penyampaian surat permohonan penempatan mereka kembali ke RSKA jika
mereka lulus. Penempatan kembali mereka yang lulus akan tetap memberikan
kontribusi atas ketersediaan tenaga terlatih yang diharapkan akan lebih
berkompetensi lagi dengan adanya perubahan status kepegawaian mereka
dalam memberikan pelayanan kesehatan di rawat inap. Upaya kepemimpinan
dengan komunikasi antar pimpinan instansi daerah yang jika dilakukan akan
memberikan kontribusi dalam manajemen SDM guna peningkatan kemampuan
pemberi pelayanan. 6
Sembilan penyebab kematian berada dalam area anggota SMF/individual
terkait faktor individual. Penyebab penyimpangan yang dijadikan contoh adalah
dokter utama tidak menulis instruksi atau jikapun menulis instruksi tidak dengan
jelas dan benar sehingga pelaksanaan tindakan yang akan dilakukan oleh
perawat perlu berkonsultasi lagi yang membutuhkan waktu dan
mengesampingkan kesempatan memberikan pertolongan kepada pasien tepat
pada waktunya. Riview terhadap RM kode SMF 003 catatan perkembangan dan
terapi pasien telah menerakan S-O-A-P-I-E pada setiap kali visit. Mengapa 3
(tiga) dokter utama lainnya tidak menerapkan model yang populer tersebut masih
membutuhkan penelitian lebih lanjut.
Tidak menuliskan intruksi berakibat pada tidak adanya informasi pasti
bagaimana pengobatan hari ini terhadap pasien yang kondisi penyakitnya
berubah dari hari pertama dirawat. Menurut Kathie dalam tulisannya memastikan
bahwa pendokumentasian berbagai informasi tentang pasien sekecil apapun
manfaatnya akan dapat mereduksi kesalahan data pasien, mereduksi kejadian
medical error dan meningkatan dokumentasi keperawatan.7
Keraguan atas pemeriksaan laboratorium dan hasil pemeriksaan fisik
yang terjadi dapat saja terjadi pada dokter yang berada di daerah sehubungan
dengan akses yang terbatas untuk mendapatkan informasi mutakhir.
Diperkirakan dokter umum yang ingin meng-update pengetahuannya harus
membaca 19 artikel dalam jurnal perhari selama 365 hari setahun, faktanya
dokter rata-rata hanya menyempatkan membaca jurnal kurang dari 1 jam
perminggu selanjutnya dikemukakan bahwa sebagian terbesar praktik
kedokteran dilaksanakan dengan menafikkan perkembangan ilmu, penelitian
yang telah menyerap banyak sumber daya manusia, waktu, biaya, bahkan
pengorbanan pasien, hasilnya sebagian dibiarkan mubazir. 8
Atul, mengemukakan kisah tentang keputusan pengobatan dan tindakan
diambil dari ketidakpastian terhadap pasien dengan sellulitis yang akhirnya
dipastikan menderita Fasiitis Nekrotikans. Awal terapi dilakukan dengan
pemberian antibiotik, anti tetanus, pereda nyeri; ruam merah menyebar setelah
beberapa hari kemudian padahal ada kecurigaan Fasiitis Nekrotikans sehari
setelah pasien masuk RS. Keputusan penanganan diambil setelah
mempertimbangkan jawaban dari 2 (dua) dokter residen senior, pasien masih
muda dan hubungan pasien dengan orangtuanya sangat begitu mesra sesuatu
yang sangat jarang terjadi di Amerika.9
Delapan penyebab kematian berada dalam area unit pelayanan seperti
instalasi rawat inap, instalasi gawat darurat, kamar operasi dan ICU. Penyebab
penyimpangan yang dijadikan contoh pembahasan adalah pendidikan dan
pelatihan (diklat) internal yang menjadi tanggungjawab Gugus Kendali Mutu
RSKA belum berjalan maksimal. Diskusi lebih lanjut menyimpulkan jika program
Diklat sekali dalam seminggu terhadap perawat berlangsung dengan baik dan
berkesinambungan maka perawat akan memiliki pengetahuan yang diharapkan
mampu meningkatkan kemampuan diri dalam pemberian pelayanan.
Peralatan sebagai unsur dalam manajemen pelayanan kesehatan dengan
kriteria tersedia dan siap pakai berbeda maknanya dengan ada yang dapat saja
tidak siap untuk dipakai. Ketersediaan adalah tercukupi jika penggunaannya
sesuai dengan jumlah pasien yang membutuhkan, tidak harus menghentikan
penggunaan ventilator pada seseorang yang mulai mereda gangguan
pernapasannya jika dibutuhkan oleh orang lain yang baru mengalami gangguan
pernapasan. Dibutuhkan anggaran untuk pemeliharaan,10 orang yang melakukan
pemeliharaan dan jadwalnya serta prosedur lainnya agar peralatan tersebut
selalu dalam keadaan siap pakai. Kondisi seperti ini dapat membantu pelayanan
dan dapat mereduksi terjadinya medication error yang dapat berakibat pada
kematian pasien.11
Kesimpulan
Kematian pasien > 48 jam tercatat 413 orang dan RM yang diaudit
berjumlah 102 set RM. Persentase kejadian kematian tertinggi terhadap total
kematian terjadi pada tahun 2005 sedangkan terhadap jumlah pasien terjadi
pada tahun 2004. kematian terbanyak berdasarkan kode dokter 002 baik
terhadap total kematian maupun terhadap jumlah pasien. Enam puluh persen
kematian menelan biaya dibawah Rp. 3.000.000,oo sedangkan menurut kelas
perawatan terbanyak terjadi di kelas perawatan intensif. Kematian yang terjadi
diusia > 45 tahun berjumlah 49% dengan jenis kelamin terbanyak adalah
perempuan, sedangkan waktu kejadian kematian meningkat pada bulan
September dan Desember dan perawat paling sering menjadi saksi dalam
kematian pasien ini. Keluarga pasien menjadi penjamin biaya perawatan pasien
selama dirawat sampai meninggal.
Dari audit kematian ditemui kematian tidak beralasan yang terdiri dari:
1. 8 kematian terjadi karena kejadian penyebab tidak dikenal;
2. 7 kematian karena diagnosa tidak tepat;
3. 5 kematian terjadi karena pencegahan yang dilakukan tidak adekuat; dan
4. 1 kematian karena diagnosa utama terlambat ditegakkan
Penyebab-penyebab kematian > 48 jam yang tidak beralasan berada
dalam semua area penyimpangan dengan rincian area: administrasi/manajemen
RS dengan 12 penyebab, Anggota SMF/individual 9 penyebab, unit pelayanan
dengan 8 penyebab, pelayanann klinik khusus 4 penyebab, dan perawat/
individual dengan 4 penyebab, sedangkan kondisi dan atau ketidak taatan pasien
dengan 3 penyebab, faktor masyarakat dengan 3 penyebab, sesuatu yang
memerlukan penelitian lebih lanjut dengan 2 penyebab dan. 2 penyebab
termasuk dalam area Staf/Bagian pelayanan medik.
B. Saran
Pemberian pelayanan kesehatan kepada pasien terdiri dari serangkaian
proses-proses dari beberapa sistem, sistem ini berhubungan dengan unsurunsur
manajemen seperti peralatan, manusia, kebijakan, dan anggaran.
Penyimpangan dalam area-area penting manajemen pelayanan kesehatan yang
menyebabkan kematian tersebut, memerlukan tindakan terstruktur dengan
manajemen resiko dan manajemen mutu.
Menginvetarisir akar penyebab masalah dari faktor internal yang
mempengaruhi kualitas layanan kesehatan dan administrasi RM terutama dalam
bidang: faktor pendidikan SDM, faktor pelatihan dan tambahan pengetahuan,
faktor masa kerja dan lama Jabatan, faktor beban kerja, faktor fasilitas dan
peralatan, faktor Standart Operating Procedure dan atau instruksi kerja, faktor
administrasi dan alur layanan, faktor pengendalian dan evaluasi, faktor
manajemen rawat inap dan faktor staf medis fungsional.
Dianjurkan pula langkah-langkah umum sebagai berikut untuk pemecahan
masalah mutu dan efisiensi dan efektifitas pelayanan rumah sakit:
1) Memecahkan struktur masalah yang sudah teridentifikasi kedalam
komponen-komponennya, menganalisis komponen-komponen itu sehingga
ditemukan akar masalah. Akar masalah adalah penyebab paling dasar dari
masalah etika yang terjadi. Ia dapat berupa kelemahan pada manusia,
kepemimpinan, manajemen, budaya organisasi, sarana, alat, sistem,
prosedur, atau faktor-faktor lain; 12
2) Melakukan analisis lebih dalam tentang akar masalah yang sudah ditemukan
(root cause analysis), untuk menetapkan arah pemecahannya;
3) Menetapkan dan memilih alternatif untuk pemecahan akar masalah;
4) Memantau dan mengevaluasi penerapan upaya pemecahan yang sudah
dilaksanakan;
5) Melakukan tindakan koreksi jika masalah etika belum terpecahkan atau
terulang lagi terjadi. Tindakan koreksi yang dapat menimbulkan masalah
etika baru adalah jika manusia sebagai penyebab akar masalah yang
berulang-ulang dikeluarkan dari rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA:
1. Depkes, (2005) SK Menkes No: 496/MENKES/IV/2005 tentang Pedoman Audit
Medik di Rumah Sakit. http://www.depkes.ri.go.id/
2. Depkes, (2002) Standar Asuhan Keperawatan. Dirjen RSU dan Pendidikan.
Jakarta.
3. Wiyono, (1999) Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan: Teori, Strategi dan
Aplikasi. Airlangga University Press, Surabaya.
4. Soejadi, (1996) Siregar, P. (2001). Hubungan Audit Rekam Medis, Insentif,
Beban Kerja dengan Kepatuhan Dokter dan Perawat Dalam Pengisian Rekam
Medis di RSUD Purwodadi. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah
Mada. Jogjakarta.
5. Moeloek, (2005) Perlukah Audit Medik Di Rumah Sakit, Kompas On Line.
6. Guwandi,. J,. (2005) Medical Error dan Hukum Medis. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
7. Johnson, Kathie et al, (2006) A Nurse-driven System for Improving Patient
Quality Outcomes. J. Nurs Care Qual, Vol 21. No 2 pp 168-175. Lippincott.
William & Wilkins, Inc
8. Sastroasmoro, Sudigdo. (2000) Logika dalam Kedokteran: Dari Hippocrates, Ibn
Sina, hingga Wacana “Evidence-Based Medicineâ€. Pidato pada Pengukuhan
sebagai Guru Besar Tetap dalam Ilmu Kesehatan Anak pada FKUI, Jakarta.
9. Gewande, Atul, (2005) Komplikasi, PT Serambi Ilmu Semesta. Jakarta
10.Colaizzo,. Dominic. A (2003) Introducing to Risk Financing, Risk Management
Handbook For Health Care Organizations, Roberta Caroll, editor,4th Edition,
Americans Soceity for Healthcare Risk Management, AHA Press.
11.Stiles, R.E. (1997) What Is the Cost of Controlling Quality? Activity-Based Cost
Accounting Offers an Answer. Hospital & Health Services Administration.
Academic Research Library, 42,2, p. 193.
12. Kizer, Kenneth. W & Stegun, Melissa,. B, (2002) Serious Reportable Adverse
Events in Health Care, Advances in Patient Safety Vol 4. p. 339-352
DI RSD KOL. ABUNDJANI BANGKO PROVINSI JAMBI TAHUN 2005
THE EVALUATION INPATIENT CARE QUALITY
BY MORTALITY AUDIT IN KOL. ABUNDJANI DISTRICT HOSPITAL
IN JAMBI PROVINCE 2005.
Joni Rasmanto1, Tjahjono Koentjoro2, Hanevi Djasri3
INTISARI
Latar Belakang: Peningkatan angka kematian yang terjadi di Rumah Sakit Daerah Kol.
Abundjani Bangko (RSKA), Kab. Merangin Prov. Jambi dari tahun 2002-2005
memerlukan tindakan evaluasi kritis, karena peningkatan kematian dapat dijadikan salah
satu penyebab diperlukannya audit medik atau dapat menjadi topik dalam audit medik di
rumah sakit. Audit kematian sebagai evaluasi kritis dilakukan dalam upaya perbaikan
mutu pelayanan kesehatan.
Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan-alasan kematian
yang tidak beralasan dari penyimpangan dalam area manajemen pelayanan kesehatan.
Metode Penelitian: Jenis penelitian adalah restrospective review, meriview kematian
yang tidak beralasan dengan menggunakan daftar tilik penyimpangan kematian di
RSKA.
Hasil: Dari 413 set RM kematian pasien yang diaudit berjumlah 102 set, kematian
tertinggi dari total kematian terjadi pada 2005, terhadap jumlah pasien terjadi pada 2004,
terbanyak menurut kode 002. 60% kematian berbiaya < Rp. 3.000.000,oo kematian
terjadi di kelas perawatan intensif. Kematian terjadi diusia > 45 tahun berjumlah 49%
dengan jenis kelamin terbanyak adalah perempuan, waktu kematian meningkat di bulan
September dan Desember dan perawat paling sering menjadi saksi kematian pasien.
Keluarga merupakan penjamin terbesar biaya perawatan.
Dari 21 kematian tidak beralasan terdistribusi: 8 kematian terjadi karena kejadian
penyebab tidak dikenal; 7 kematian karena diagnosa tidak tepat; 5 kematian terjadi
karena pencegahan yang dilakukan tidak adekuat; dan 1 kematian karena diagnosa
utama terlambat ditegakkan. Penyebab-penyebab terpenting terjadi dalam area:
administrasi/manajemen, Anggota SMF/individual, unit pelayanan, dan pelayanan klinik
khusus. RM pasien belum lengkap. Secara teoritis mutu administrasi dan RM RSKA
adalah belum baik. Kematian tidak beralasan memberikan gambaran bagaimana
penegakkan diagnosa penyakit, anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang pencegahan dan pengobatan.
Kesimpulan: Penyebab-penyebab penyimpangan kematian terpenting sebagai hasil
dari audit dan riview terjadi dalam area: administrasi/manajemen, Anggota SMF/
individual, unit pelayanan rawat inap, dan pelayanan klinik khusus.
Kata Kunci: audit kematian, kematian tidak beralasan, mutu pelayanan rawat inap.
1) RSD KOL. ABUNDJANI BANGKO, KAB. MERANGIN. PROVINSI JAMBI
2) BAPELKES GOMBONG
3) PROGRAM PASCA SARJANA IKM FK UGM
EVALUASI MUTU PELAYANAN RAWAT INAP MELALUI AUDIT KEMATIAN
DI RSD KOL. ABUNDJANI BANGKO PROVINSI JAMBI TAHUN 2005
Pendahuluan
Peningkatan angka kematian yang terjadi di Rumah Sakit Daerah Kol.
Abundjani Bangko (RSKA), Kabupaten Merangin Provinsi Jambi dari tahun 2002-
2005 memerlukan tindakan evaluasi kritis, karena kematian dapat dijadikan salah
satu penyebab diperlukannya atau dapat menjadi topik pelaksanaan audit medik
bagi rumah sakit.1 Angka kematian merupakan salah satu indikator yang
berhubungan/mengacu dengan aspek pelayanan medik. Total kematian pasien >
48 jam dapat menggambarkan bagaimana mutu pelayanan di rumah sakit dan
bagaimana tenaga profesional melaksanakan standar dan prosedur-prosedur
pelayanan, baik secara klinik maupun secara administrasi kepada pasien.2
Berbagai kegiatan untuk mendukung manajemen mutu telah dilakukan
RSKA tetapi belum mempengaruhi adanya perbaikan jika dilihat dari peningkatan
angka kematian > 48 jam dan masih adanya pasien instalasi rawat inap yang
dirujuk ke rumah sakit lain antara tahun 2002-2005. Jika dihubungkan dengan
mutu pelayanan, hal tersebut dapat memberikan gambaran masih tingginya
angka mortalitas, tingginya angka mortalitas dapat memberikan asumsi
rendahnya mutu pelayanan rumah sakit.3
Kematian pasien secara klinik dapat disebabkan oleh gagalnya tahapan
menegakkan diagnosa penyakit, tidak lengkapnya anamnesa, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang dan dapat pula sebagai akibat dari informasi yang
dibutuhkan dokter tidak dapat diberikan oleh pasien dan atau keluarganya
sehingga upaya pelayanan dapat saja tidak tepat sasaran dan tidak adekuat.
Catatan medis pada fase kritis menjelang kematian pasien dari rekam medik
merupakan informasi dan komponen penting dalam manajemen mutu di rumah
sakit.
The American College of Surgeons (ACS) memformulasikan standar
untuk pekerjaan profesional di rumah sakit, antara lain ada 5 (lima) butir yang
penting yang berhubungan dengan kematian, serta ada batas ambangnya dan
tidak terlalu sulit untuk mengumpulkan datanya, mencakup: angka kematian
kasar; angka kematian pasca bedah; angka kematian anastesi; angka kematian
persalinan dan angka kematian bayi.4 Standar Kualitas Pelayanan Medik dapat
dilihat dari tinggi rendahnya angka kematian di rumah sakit dan sebagai
indikatornya angka berikut yang merupakan acuan umum: angka kematian kasar
3-4%; angka kematian pasca bedah 1-2%; angka kematian anastesi < 1%;
angka kematian persalinan 1-2‰ dan angka kematian bayi 15-20‰.2
Departemen Kesehatan mengharuskan rumah sakit melakukan audit
medis, diharapkan rumah sakit bertanggung jawab untuk meningkatkan mutu
pelayanan dengan standar yang tinggi sesuai dengan kondisi rumah sakit
sehingga terwujudnya pelayanan medik prima di rumah sakit. Aspek mutu
pelayanan medik di rumah sakit berkaitan erat dengan masalah medikolegal 5.
Permasalahan pokok yang ingin diketahui dalam penelitian ini adalah:
penyebab kematian di instalasi rawat inap RSKA dari tahun 2002-2005;
persentase kematian yang dibenarkan dan yang tidak dibenarkan dengan
harapan hasil penelitian dijadikan sebagai masukan dalam perencanaan
perbaikan mutu pelayanan.
Bahan dan Cara Penelitian.
Audit termasuk penelitian jenis kualitatif, dengan metode retrospektif
riview. Peneliti menggunakan “Daftar Tilik Analisis Penyimpangan Mortalitasâ€
untuk mengetahui alasan kematian > 48 jam tahun 2002-2005 di RSKA.
Hasil Penelitian
Hasil audit ditemui distribusi kematian menurut tahun kejadian kematian,
menurut nomor kode SMF yang merawat, menurut biaya perawatan, menurut
kelas perawatan, menurut kelompok umur, menurut jenis kelamin, menurut bulan
kejadian, menurut kesaksian, menurut penjamin biaya. Sedangkan untuk
kematian tidak beralasan dideskripsikan sebagai berikut:
a. Diagnosa terlambat.
Satu kasus kematian dengan diagnosa Decompensatio Cordis + Malaria
Falsiparum yang terjadi karena keterlambatan penegakan diagnosa dengan
kode RM 002-12. Hasil audit menunjukan bahwa diagnosa Malaria dan
tindakan untuk mengatasi Malaria baru diberikan setelah hasil laboratorium
diketahui pada hari ketiga perawatan. Sebenarnya sudah terdapat kecurigaan
adanya Malaria pada hari pertama karena pada saat itu telah terdapat hasil
pemeriksaan darah Malaria, namun masih diragukan. Dokter umum yang
merawat berkonsultasi dengan dokter ruangan pada hari kedua tetapi tidak
dapat dihubungi karena berada di luar kota.
b. Diagnosis tidak tepat
Terdapat 7 (tujuh) kematian yang disebabkan karena ketidak tepatan
dalam penegakkan diagnosa. Contoh kasus dengan kode RM 002-1, dimana
diagnosa pada hari pertama yakni Malaria tanpa komplikasi ternyata tidak
sesuai dengan bukti yang ada. Bukti menunjukkan bahwa seharusnya hari
pertama sudah dapat ditegakkan diagnosis Malaria dengan komplikasi Ilius
Paraltik cc Obstruksi.
Hasil audit memberikan jawaban bahwa bukti adanya Ilius Obstruksi pada
hari pertama masih dinilai lemah, konsul medis spesialistik dijawab keesokan
harinya karena perawat tidak menemukan dokter konsulen dan juga karena
hasil pemeriksaan laboratorium dan radiologi tidak mendukung tegaknya
diagnosa yang sesuai dengan penyakit yang diderita pasien. Saran untuk
puasa menjelang pemeriksaan radiologi tidak diikuti pasien, pasien makan
bubur pagi harinya. Penyebab utama laboratorium dan radiologi tidak
mendukung tegaknya diagnosa yang sesuai dengan penyakit yang diderita
pasien.
c. Pencegahan tidak adekuat
Terdapat 5 (lima) kasus kematian karena penyebab kematian tidak
dicegah dengan baik. Contoh kasus ini adalah RM 004-5 yaitu kasus kematian
akibat depresi susunan saraf pusat akibat kejang demam berulang. Tindakantindakan
untuk mencegah kejang berulang dinilai tidak diambil dengan cara
yang memadai dan tidak juga tepat pada waktu, yaitu: tidak dilakukannya
kompres dingin, tidak ada terapi ulang pemberian anti kejang supositoria
perrectal, pemasangan IVFD tidak dengan Vena Sectio sehingga intervensi
pemasangan IVFD ulang akan merangsang jangkitan kejang. Diskusi
menyimpulkan bahwa tindakan pencegahan tersebut tidak diambil dengan
cara yang memadai dan tepat waktu karena tidak ada instruksi dokter, dokter
tidak memperbaharui instruksi pada hari-hari perawatan berikutnya.
d. Penyebab tidak diketahui
Terdapat 8 (delapan) kematian karena penyebab kematian tidak diketahui,
tidak diketahui dapat disebabkan oleh komunikasi yang terbatas, tidak
dilakukan pemeriksaan catatan perkembangan, tidak melakukan pemeriksaan
vital sign, hasil pemeriksaan laboratorium dan radiologi meragukan dokter
utama, Contoh kasus ini adalah RM 002-1 yaitu kasus kematian karena masih
menduga pasien sesak napas sebagai akibat Penyakit TBC Paru yang diderita
pasien. Pencatatan adanya gejala sepsis dilakukan, pengobatan diarahkan
pada diagnosis utama. Hasil diskusi ditemui bahwa tidak adanya hasil
pencatatan perkembangan pasien yang dikomunikasikan dan adanya
keraguan terhadap hasil pemeriksaan Malaria dan angka leukosit serta hasil
biakan kultur, sedangkan dokter utama juga tidak dapat dihubungi.
Dari uraian di atas terdapat beberapa penyebab terjadinya kematian yang
tidak beralasan kemudian penyebab tersebut dikelompokkan dalam area
penyimpangan manajemen pelayanan kesehatan seperti tertera pada tabel
berikut ini.
Tabel Area Penyebab Kematian Tidak Beralasan
NO Penyebab dari Hasil Audit Area Penyebab Utama Jumlah
1 1. Peralatan kompres tidak tersedia
2. Suppositoria rectal tidak ada
3. Kebijakan untuk keberadaan dokter jaga ruang rawat belum ada
4. Kebijakan SMF mengatur bila dokter spesialis meninggalkan tempat tugas belum ada
5. Selang oksigen sering lepas
6. Perawat terlatih hanya dinas pagi
7. Peralatan belum siap pakai saat dibutuhkan
8. Anggota keluarga banyak menunggu
9. Ketersediaan darah segar
10. Dokter jaga ruang rawat belum ada
11. Diklat internal bagi staf klinik belum maksimal
12. Advokasi RSKA PMI belum ada hasil
Administrasi/manajemen
RS: terkait dengan fasilitas, peralatan, insentif, kebijakan, kepemimpinan,
12
2 1. Hari pertama pasien dirawat dokter umum
2. Konsultasi medis spesialis dijawab oleh dokter umum setelah mendapat penjelasan dokter utama
Staf/Bagian/Pelayanan Medis;
2
3 1. Dokter tidak menulis instruksi
2. Dokter tidak menulis instruksi dengan jelas dan benar
3. Pemasangan NGT pada hari ketiga setelah ada keluhan kembung
4. Dokter hanya menuliskan idem, terapi teruskan
5. Melaksanakan hak cuti besar
6. Konsultasi medis spesialis dijawab keesokan harinya
7. Perawat tidak menemukan dokter konsulen
8. Pasien dirawat dokter umum pada hari pertama dirawat
9. Hasil malaria diragukan Anggota SMF/individual:
9
4 1. Belum adanya Protap dan standar pelayanan laboratorium
2. Hasil pemeriksaan laboratorium dan radiologi belum mendukung tegaknya diagnosa
3. Pemeriksaan biakan belum maksimal hasilnya
4. Hasil malaria meragukan Pelayanan Klinik Khusus: laboratorium, radiologi, elektromedik, anastesi, tindakan operasi, dan lainnya
4
5 1. Peralatan belum siap pakai saat dibutuhkan
2. Diklat internal bagi para staf klinik dengan pengalaman yang masih rendah belum berfungsi maksimal
3. Selang oksigen sering lepas
4. Rehidrasi tidak menggunakan Venasectio
5. Anggota keluarga banyak yang menunggu di ruangan
6. Menggunakan spalk dari kardus
7. Mangkok air tersedia hanya untuk tempat cuci tangan dokter dan cuci tangan perawat
8. Persiapan catater sebagai bahan habis pakai habis
Unit pelayanan: rawat inap, rawat jalan, UGD, dsb 8
6 1. Perawat yang terlatih vena seksi tidak mudah dihubungi
2. Kurangnya pengetahuan Perawat tentang anatomi dan fisiologis sistem pernapasan
3. Selang oksigen sering lepas
4. Perawat tidak melakukan pencatatan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital
Perawat/individual 4
7 1. Instruksi dokter 1 liter/menit, perawat memasangnya 3 liter/menit
2. Tidak ada instruksi dokter Pelayanan Terapi Bukan Oleh Dokter 2
8 1. Menolak perawatan intensif
2. Pemasangan kateter cateter bukan sesaat setelah instruksi dokter dibuat
3. Saran untuk puasa menjelang pemeriksaan radiologi tidak diikuti pasien
Kondisi dan atau ketidaktaatan pasien 3
9 1. Anggota keluarga banyak yang menunggu di ruangan
2. Keluarga masih mencari donatur darah
3. Pasien belum membeli peralatan dan bahan yang dibutuhkan Faktor masyarakat 3
10 1. Keraguan terhadap hasil pemeriksaan darah untuk malaria
2. Perawat tidak melakukan pencatatan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital
Sesuatu yang memerlu kan penelitian lebih lanjut. 2
Terdapat beberapa area penting yang perlu diintervensi untuk
memperbaiki pelayanan dirawat inap yang diharapkan nantinya dapat
menurunkan jumlah kematian yang tidak beralasan. Dua Belas penyebab
kematian berada dalam area administrasi/kebijakan RSKA yang terkait dengan
fasilitas pelayanan, ketersediaan peralatan, kebijakan insentif, kebijakan
pelayanan, kebijakan SDM, advokasi dan kepemimpinan.
Kebijakan SDM sebagai contoh, yang belum menunjang struktur proses
diantaranya adalah pelatihan perawat mahir anak yang baru dimulai pada tahun
2004 dan yang diberangkatkanpun baru 2 (dua) orang, saat penelitian
berlangsung satu orang diantaranya telah lulus PNS dan ditempatkan di
Puskesmas di Kecamatan Muara Madras dan tidak ada program serupa dalam
Dokumen Anggaran Satuan Kerja RSKA tahun 2005 tetapi ada dalam Rencana
Anggaran Satuan Kerja RSKA tahun 2006. Seorang yang lain adalah kepala
ruang rawat sendiri.
Jika kebijakan SDM RSKA menunjang mutu struktur proses pelayanan,
maka sebelum ujian penerimaan PNS mereka diberikan rekomendasi dan
penyampaian surat permohonan penempatan mereka kembali ke RSKA jika
mereka lulus. Penempatan kembali mereka yang lulus akan tetap memberikan
kontribusi atas ketersediaan tenaga terlatih yang diharapkan akan lebih
berkompetensi lagi dengan adanya perubahan status kepegawaian mereka
dalam memberikan pelayanan kesehatan di rawat inap. Upaya kepemimpinan
dengan komunikasi antar pimpinan instansi daerah yang jika dilakukan akan
memberikan kontribusi dalam manajemen SDM guna peningkatan kemampuan
pemberi pelayanan. 6
Sembilan penyebab kematian berada dalam area anggota SMF/individual
terkait faktor individual. Penyebab penyimpangan yang dijadikan contoh adalah
dokter utama tidak menulis instruksi atau jikapun menulis instruksi tidak dengan
jelas dan benar sehingga pelaksanaan tindakan yang akan dilakukan oleh
perawat perlu berkonsultasi lagi yang membutuhkan waktu dan
mengesampingkan kesempatan memberikan pertolongan kepada pasien tepat
pada waktunya. Riview terhadap RM kode SMF 003 catatan perkembangan dan
terapi pasien telah menerakan S-O-A-P-I-E pada setiap kali visit. Mengapa 3
(tiga) dokter utama lainnya tidak menerapkan model yang populer tersebut masih
membutuhkan penelitian lebih lanjut.
Tidak menuliskan intruksi berakibat pada tidak adanya informasi pasti
bagaimana pengobatan hari ini terhadap pasien yang kondisi penyakitnya
berubah dari hari pertama dirawat. Menurut Kathie dalam tulisannya memastikan
bahwa pendokumentasian berbagai informasi tentang pasien sekecil apapun
manfaatnya akan dapat mereduksi kesalahan data pasien, mereduksi kejadian
medical error dan meningkatan dokumentasi keperawatan.7
Keraguan atas pemeriksaan laboratorium dan hasil pemeriksaan fisik
yang terjadi dapat saja terjadi pada dokter yang berada di daerah sehubungan
dengan akses yang terbatas untuk mendapatkan informasi mutakhir.
Diperkirakan dokter umum yang ingin meng-update pengetahuannya harus
membaca 19 artikel dalam jurnal perhari selama 365 hari setahun, faktanya
dokter rata-rata hanya menyempatkan membaca jurnal kurang dari 1 jam
perminggu selanjutnya dikemukakan bahwa sebagian terbesar praktik
kedokteran dilaksanakan dengan menafikkan perkembangan ilmu, penelitian
yang telah menyerap banyak sumber daya manusia, waktu, biaya, bahkan
pengorbanan pasien, hasilnya sebagian dibiarkan mubazir. 8
Atul, mengemukakan kisah tentang keputusan pengobatan dan tindakan
diambil dari ketidakpastian terhadap pasien dengan sellulitis yang akhirnya
dipastikan menderita Fasiitis Nekrotikans. Awal terapi dilakukan dengan
pemberian antibiotik, anti tetanus, pereda nyeri; ruam merah menyebar setelah
beberapa hari kemudian padahal ada kecurigaan Fasiitis Nekrotikans sehari
setelah pasien masuk RS. Keputusan penanganan diambil setelah
mempertimbangkan jawaban dari 2 (dua) dokter residen senior, pasien masih
muda dan hubungan pasien dengan orangtuanya sangat begitu mesra sesuatu
yang sangat jarang terjadi di Amerika.9
Delapan penyebab kematian berada dalam area unit pelayanan seperti
instalasi rawat inap, instalasi gawat darurat, kamar operasi dan ICU. Penyebab
penyimpangan yang dijadikan contoh pembahasan adalah pendidikan dan
pelatihan (diklat) internal yang menjadi tanggungjawab Gugus Kendali Mutu
RSKA belum berjalan maksimal. Diskusi lebih lanjut menyimpulkan jika program
Diklat sekali dalam seminggu terhadap perawat berlangsung dengan baik dan
berkesinambungan maka perawat akan memiliki pengetahuan yang diharapkan
mampu meningkatkan kemampuan diri dalam pemberian pelayanan.
Peralatan sebagai unsur dalam manajemen pelayanan kesehatan dengan
kriteria tersedia dan siap pakai berbeda maknanya dengan ada yang dapat saja
tidak siap untuk dipakai. Ketersediaan adalah tercukupi jika penggunaannya
sesuai dengan jumlah pasien yang membutuhkan, tidak harus menghentikan
penggunaan ventilator pada seseorang yang mulai mereda gangguan
pernapasannya jika dibutuhkan oleh orang lain yang baru mengalami gangguan
pernapasan. Dibutuhkan anggaran untuk pemeliharaan,10 orang yang melakukan
pemeliharaan dan jadwalnya serta prosedur lainnya agar peralatan tersebut
selalu dalam keadaan siap pakai. Kondisi seperti ini dapat membantu pelayanan
dan dapat mereduksi terjadinya medication error yang dapat berakibat pada
kematian pasien.11
Kesimpulan
Kematian pasien > 48 jam tercatat 413 orang dan RM yang diaudit
berjumlah 102 set RM. Persentase kejadian kematian tertinggi terhadap total
kematian terjadi pada tahun 2005 sedangkan terhadap jumlah pasien terjadi
pada tahun 2004. kematian terbanyak berdasarkan kode dokter 002 baik
terhadap total kematian maupun terhadap jumlah pasien. Enam puluh persen
kematian menelan biaya dibawah Rp. 3.000.000,oo sedangkan menurut kelas
perawatan terbanyak terjadi di kelas perawatan intensif. Kematian yang terjadi
diusia > 45 tahun berjumlah 49% dengan jenis kelamin terbanyak adalah
perempuan, sedangkan waktu kejadian kematian meningkat pada bulan
September dan Desember dan perawat paling sering menjadi saksi dalam
kematian pasien ini. Keluarga pasien menjadi penjamin biaya perawatan pasien
selama dirawat sampai meninggal.
Dari audit kematian ditemui kematian tidak beralasan yang terdiri dari:
1. 8 kematian terjadi karena kejadian penyebab tidak dikenal;
2. 7 kematian karena diagnosa tidak tepat;
3. 5 kematian terjadi karena pencegahan yang dilakukan tidak adekuat; dan
4. 1 kematian karena diagnosa utama terlambat ditegakkan
Penyebab-penyebab kematian > 48 jam yang tidak beralasan berada
dalam semua area penyimpangan dengan rincian area: administrasi/manajemen
RS dengan 12 penyebab, Anggota SMF/individual 9 penyebab, unit pelayanan
dengan 8 penyebab, pelayanann klinik khusus 4 penyebab, dan perawat/
individual dengan 4 penyebab, sedangkan kondisi dan atau ketidak taatan pasien
dengan 3 penyebab, faktor masyarakat dengan 3 penyebab, sesuatu yang
memerlukan penelitian lebih lanjut dengan 2 penyebab dan. 2 penyebab
termasuk dalam area Staf/Bagian pelayanan medik.
B. Saran
Pemberian pelayanan kesehatan kepada pasien terdiri dari serangkaian
proses-proses dari beberapa sistem, sistem ini berhubungan dengan unsurunsur
manajemen seperti peralatan, manusia, kebijakan, dan anggaran.
Penyimpangan dalam area-area penting manajemen pelayanan kesehatan yang
menyebabkan kematian tersebut, memerlukan tindakan terstruktur dengan
manajemen resiko dan manajemen mutu.
Menginvetarisir akar penyebab masalah dari faktor internal yang
mempengaruhi kualitas layanan kesehatan dan administrasi RM terutama dalam
bidang: faktor pendidikan SDM, faktor pelatihan dan tambahan pengetahuan,
faktor masa kerja dan lama Jabatan, faktor beban kerja, faktor fasilitas dan
peralatan, faktor Standart Operating Procedure dan atau instruksi kerja, faktor
administrasi dan alur layanan, faktor pengendalian dan evaluasi, faktor
manajemen rawat inap dan faktor staf medis fungsional.
Dianjurkan pula langkah-langkah umum sebagai berikut untuk pemecahan
masalah mutu dan efisiensi dan efektifitas pelayanan rumah sakit:
1) Memecahkan struktur masalah yang sudah teridentifikasi kedalam
komponen-komponennya, menganalisis komponen-komponen itu sehingga
ditemukan akar masalah. Akar masalah adalah penyebab paling dasar dari
masalah etika yang terjadi. Ia dapat berupa kelemahan pada manusia,
kepemimpinan, manajemen, budaya organisasi, sarana, alat, sistem,
prosedur, atau faktor-faktor lain; 12
2) Melakukan analisis lebih dalam tentang akar masalah yang sudah ditemukan
(root cause analysis), untuk menetapkan arah pemecahannya;
3) Menetapkan dan memilih alternatif untuk pemecahan akar masalah;
4) Memantau dan mengevaluasi penerapan upaya pemecahan yang sudah
dilaksanakan;
5) Melakukan tindakan koreksi jika masalah etika belum terpecahkan atau
terulang lagi terjadi. Tindakan koreksi yang dapat menimbulkan masalah
etika baru adalah jika manusia sebagai penyebab akar masalah yang
berulang-ulang dikeluarkan dari rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA:
1. Depkes, (2005) SK Menkes No: 496/MENKES/IV/2005 tentang Pedoman Audit
Medik di Rumah Sakit. http://www.depkes.ri.go.id/
2. Depkes, (2002) Standar Asuhan Keperawatan. Dirjen RSU dan Pendidikan.
Jakarta.
3. Wiyono, (1999) Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan: Teori, Strategi dan
Aplikasi. Airlangga University Press, Surabaya.
4. Soejadi, (1996) Siregar, P. (2001). Hubungan Audit Rekam Medis, Insentif,
Beban Kerja dengan Kepatuhan Dokter dan Perawat Dalam Pengisian Rekam
Medis di RSUD Purwodadi. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah
Mada. Jogjakarta.
5. Moeloek, (2005) Perlukah Audit Medik Di Rumah Sakit, Kompas On Line.
6. Guwandi,. J,. (2005) Medical Error dan Hukum Medis. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
7. Johnson, Kathie et al, (2006) A Nurse-driven System for Improving Patient
Quality Outcomes. J. Nurs Care Qual, Vol 21. No 2 pp 168-175. Lippincott.
William & Wilkins, Inc
8. Sastroasmoro, Sudigdo. (2000) Logika dalam Kedokteran: Dari Hippocrates, Ibn
Sina, hingga Wacana “Evidence-Based Medicineâ€. Pidato pada Pengukuhan
sebagai Guru Besar Tetap dalam Ilmu Kesehatan Anak pada FKUI, Jakarta.
9. Gewande, Atul, (2005) Komplikasi, PT Serambi Ilmu Semesta. Jakarta
10.Colaizzo,. Dominic. A (2003) Introducing to Risk Financing, Risk Management
Handbook For Health Care Organizations, Roberta Caroll, editor,4th Edition,
Americans Soceity for Healthcare Risk Management, AHA Press.
11.Stiles, R.E. (1997) What Is the Cost of Controlling Quality? Activity-Based Cost
Accounting Offers an Answer. Hospital & Health Services Administration.
Academic Research Library, 42,2, p. 193.
12. Kizer, Kenneth. W & Stegun, Melissa,. B, (2002) Serious Reportable Adverse
Events in Health Care, Advances in Patient Safety Vol 4. p. 339-352
0 Respon Pada "Evaluasi Mutu Pelayanan Rawat Inap Melalui Audit Kematian Di RSD Kol. Abundjani Bangko Provinsi Jambi Tahun 2005"
Posting Komentar